Oleh: Jansen Sitindaon*)
17 Agustus 2017. Stasiun Gambir di malam kemerdekaan ini kembali tersenyum. Mungkin sudah tak terhitung berapa kali sudah putra terbaik Indonesia ini datang mengunjunginya, dan berangkat naik kereta api menuju “Jawa” melalui jalur layang uniknya, yang kokoh berdiri 16 meter di atas langit Jakarta.
Dan malam ini Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) “Sang Putra” tersebut, bersama keluarga dan rombongan, kembali datang untuk ke sekian kali ke stasiun yang namanya diambil dari pohon Gambir yang dulu banyak tumbuh di wilayah ini. Sebuah pohon penghasil getah, ramuan yang dimakan bersama pinang dan daun sirih, dalam kegiatan “menyirih”. Untuk itulah maka tak aneh wilayah Gambir ini letaknya berdampingan dengan Kebon Sirih.
Selain keberangkatan malam ini dalam rangka “pulang kampung” ke Pacitan via Jogyakarta, yang akan dilanjutkan jalan darat bermobil, sesungguhnya tak sulit mencari jejak digital hubungan “intim” antara Pak SBY dan kereta api. Mungkin Pak SBY, lah baik ketika masih presiden maupun pasca “post-presidency” nya, pemimpin negeri ini yang paling senang dan sering naik kereta api. Bahkan ketika presiden, rutin sekali memanfaatkan moda tranportasi bernama Belanda “spoor” ini untuk menopang tugas kenegaraannya.
Lihat saja beberapa catatan berikut ini, dimana Pak SBY menggunakan kereta api dalam berbagai kunjungan kerjanya:
(a) 1 tahun pasca menjabat presiden, tepatnya 27 Agustus 2005, Pak SBY sudah menggunakan kereta api untuk menjalankan tugas kepresidenannya. Bersama Bu Ani, dari Stasiun Gambir, Pak SBY berangkat menuju Cirebon untuk meresmikan Kilang Langit Biru milik Pertamina Unit Pengolahan VI Balongan dan meninjau sentra batik Trusmi serta pameran produk unggulan Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka Kuningan) dan membuka pagelaran kolosal sendratari Cirebonan “Palagan Putri Selapandari”.
Dalam kunjungan kerja ini, Pak SBY berangkat naik kereta api, pulangnya ke Jakarta pun kembali naik kereta dari Stasiun Jatibarang, Indramayu. Kalau mengikuti istilah yang sekarang sering dipakai dalam dunia pemesanan tiket, inilah yang dinamakan “PP”, pulang pergi naik kereta api.
(b) Pada 12 Juli 2006, kembali Pak SBY menggunakan kereta api dalam kunjungan kerja ke Pekalangon untuk memperingati HUT Koperasi ke-59 sekaligus peresmian museum Batik di kota ini;
(c) Pada 26 Januari 2010, dalam rangka meresmikan tol ruas Kanci-Pejagan sekaligus penyerahan Kartu Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Cirebon, kembali Pak SBY dan Ibu Ani dari Stasiun Gambir menggunakan kereta api menuju Cirebon.
(d) Pada 28 Desember 2011, Presiden SBY juga naik kereta api ke Cilacap dalam kunjungan kerjanya meresmikan beroperasinya tiga proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap, yaitu PLTU Banten-Suralaya berdaya 625 MW, PLTU Banten Unit 1 Tangerang berdaya 315 MW, dan PLTU Tanjung Jati B Jepara berdaya 66 MW. Di Cilacap Pak SBY juga melakukan ground breaking pembangunan Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) di kompleks kilang minyak unit IV Pertamina, Cilacap.
(e) Medio 16 September 2012, kembali tercatat Presiden SBY naik kereta api dari Stasiun Gambir menuju Cirebon untuk menghadiri Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU), di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat.
Ketika di Cirebon inilah terjadi peristiwa unik, yang hubungannya sangat erat dan kental dengan dunia perkeretaapian di Indonesia. Saking kentalnya, koran Pikiran Rakyat ketika itu sampai menurunkan berita dengan judul: “Presiden SBY Dihadang KA Senja Kediri”.
Ceritanya, setiba di Stasiun Kejaksan Cirebon, Pak SBY dan rombongan kemudian melanjutkan perjalanan bergerak keluar dari stasiun menuju Hotel Gerage tempat menginap selama kunjungan di Cirebon ini. Dalam perjalan menuju hotel ini, mobil Pak SBY melewati Jl. RA. Kartini dimana di bagian jalan ini terdapat jalur perlintasan kereta api. Ketika iring-iringan kendaraan memasuki Jl. Kartini, ternyata KA Senja Kediri lewat sehingga petugas palang pintu mau tidak mau menurunkan palang menutup jalan. Seketika juga mobil Pak SBY dan rombongan berhenti cukup lama karena kejadian ini.
Dapat ditebak cerita selanjutnya, Paspampres berlarian ke pos jaga, bertanya kepada petugas palang pintu “Kenapa palang diturunkan?!” Pak Aris sang penjaga pos, ketika itu kemudian menjawab, sebagaimana dicatat oleh wartawan, “ya harus bagaimana lagi, kalau ada kereta mau lewat ya terpaksa pintu saya tutup,” ujarnya. Dalam keterangan lain, Humas PT. KA Daop III Cirebon, Sumarsono juga membenarkan bahwa rombongan Presiden SBY sempat terhalang KA yang lewat. “Kebetulan sekitar pukul 18.40 WIB KA Senja Kediri ke arah timur lewat”, ujarnya.
Selepas kejadian ini, Pak Aris sang penjaga pintu menyampaikan bahwa “selama bertugas menjaga pos palang pintu di PT KAI, baru kali ini dia mengalami pengalaman langka menghentikan rombongan presiden”.
Terhentinya perjalanan mobil presiden ini, ternyata ada juga berkahnya bagi masyarakat di sekitar jalan tersebut. Sebagaimana dicatat wartawan secara lengkap dalam beritanya, karena kejadian ini Pak SBY dan Bu Ani kemudian berkesempatan menyapa masyarakat yang berada di sepanjang jalan RA Kartini.
Menarik dan luar biasa, pikir saya, kereta api ini. Kalau dia sudah jalan, tak ada yang bisa menghentikannya, termasuk rombongan presiden sekalipun. Mungkin selain rakyatnya sendiri, hanya kereta apilah di negara ini yang bisa menghentikan perjalanan seorang presiden.
Dengan fakta banyaknya jalan raya di Indonesia yang bersinggungan langsung dengan jalur kereta api, saya tidak tau apakah ada protap (prosedur tetap) di Paspampres, demi keamanan, iring-iringan kendaraan yang membawa presiden tidak boleh dilewatkan melalui jalan yang ada perlintasan kereta apinya. Karena tentu sangat berbahaya apabila tiba-tiba mobil yang membawa presiden berhenti menjadi “objek diam” dalam jangka waktu lama di sebuah tempat. Karena pengamanan di sekitarnya pasti belum steril.
Jangan-jangan pasca-kejadian berhentinya mobil Presiden SBY di Cirebon ini, aturan tersebut menjadi ada. Karena pasca-kejadian ini, saya tidak pernah lagi membaca minimal melalui pemberitaan media, mobil presiden berhenti karena kereta api lewat.
(f) Selain berangkat menggunakan kereta, semasa presiden, Pak SBY juga pernah sebaliknya, pulang dari kunjungan kerja baru baru menggunakan kereta api kembali ke Jakarta. Tercatat hal ini pernah terjadi pada 21 Februari 2013. Ketika itu selepas kunjungan kerja selama dua hari di Tegal dan Pemalang, baru Pak SBY dan Bu Ani pulang ke Jakarta naik kereta api dari Stasiun Pemalang.
(g) Kunjungan Presiden SBY naik kereta api yang paling dicatat publik mungkin yang terjadi pada 16 Februari 2014. Ketika itu Presiden SBY bersama Bu Ani bertolak ke Madiun (kembali) dari Stasiun Gambir untuk meninjau langsung penanganan korban letusan Gunung Kelud di Kediri Jawa Timur. Mungkin karena terkait bencana, keberangkatan Pak SBY ketika itu cukup diekspos besar-besaran oleh media. Sehingga terekam jelas dalam ingatan publik.
(h) Sepulang dari Jawa Timur ini, masih di bulan yang sama, tepatnya pada 25 Februari 2014, Presiden SBY dalam kunjungan kerjanya ke Cianjur, dimana salah satunya meninjau situs Megalithikum Gunung Padang, kembali menggunakan Kereta Api. Cuma bedanya kali ini, kalau biasanya berangkatnya dari Stasiun Gambir, kali ini, Kereta Api Pangrango yang dipakai Pak SBY dan Bu Ani, berangkatnya dari Stasiun Bogor menuju Stasiun Lampegan, Cianjur.
Dalam pernyataannya ketika itu, Presiden SBY menyampaikan, “Saya gunakan KA Pangrango ini ke Cianjur untuk pastikan rute Bogor-Sukabumi-Cianjur berfungsi baik. Insya Allah nanti tambah rute Cianjur-Bandung”.
—–
Itulah beberapa cuplikan perjalanan Pak SBY menggunakan kereta api semasa presiden, yang dapat saya uraikan. Saya yakin pasti banyak yang luput tak masuk dalam tulisan ini. Untuk data lengkapnya, sandaran kita tentulah PT Kereta Api Indonesia. KAI pasti punya catatan lengkap dan akurat (bahkan mungkin dokumentasi foto-fotonya pun ada), berapa kali sesungguhnya Pak SBY menggunakan “spoor” ini semasa kepresidennya dalam kunjungan ke daerah.
Dengan saat ini pesawat kepresidenan telah tersedia untuk menunjang tugas-tugas presiden berkunjung ke daerah, dan presiden yang menjabat pun nyaman naik pesawat ini, karena praktis, cepat dan tidak lelah, saya cukup yakin “rekor” Pak SBY naik kereta api dalam menjalankan tugas kepresiden ini tak akan ada yang memecahkannya. Saya tidak tahu apakah telah ada rekor di MURI dengan judul anugerahnya “Presiden yang Paling Banyak Menjalankan Tugas Kepresidenan Menggunakan Kereta Api”. Kalau belum, harusnya layak diciptakan rekor ini.
—-
Pasca-tak lagi menjabat Presiden, kecintaan Pak SBY naik kereta api sama sekali tak surut. Bahkan semakin “menjadi-jadi”. Tiga tahun ini saja, saya mencatat, ditambah malam ini, Pak SBY telah 6 kali melakukan perjalanan dengan kereta api. Berarti dihitung rata-rata, setahun beliau naik kereta api minimal dua kali.
Pertama kali Pak SBY tercatat naik kereta api pasca-tidak menjabat presiden terjadi pada 10 Februari 2015 (berarti 4 pasca-keluar dari Istana). Ketika itu Pak SBY dan Bu Ani berangkat dari Stasiun Gubeng Surabaya menuju Yogyakarta, untuk menghadiri Rapat Kerja dan Konsolidasi Partai Demokrat di Kota Magelang.
Kemudian masih di tahun yang sama, Pak SBY kembali naik kereta api dari Jakarta menuju Yogya. Seperti halnya perjalanan malam ini. Tujuannya untuk merayakan hari kemerdekaan di Pacitan. Beberapa media ketika itu menulis dan menurunkan judul: “Naik Kereta ke Pacitan, SBY Rayakan 17 Agustus di Kampungnya” (Tempo 14 Agustus 2015).
Dalam perjalanan ke Pacitan di tahun 2015 ini, Pak SBY dan Bu Ani berangkat dari Stasiun Gambir pada tanggal 13 Agustus 2015. Turun di Stasiun Tugu Jogyakarta, perjalanan kemudian dilanjutkan dengan jalan darat menuju Pacitan. Pada tanggal 17 Agustusnya, Pak SBY merayakan hari kemerdekaan di Nawangan, sebuah tempat di mana dulu Panglima Besar Jenderal Sudirman memimpin perang gerilya.
Pada 18 Februari 2017, dalam rangka rekreasi bersama keluarga ke Tawangmangu, Pak SBY kembali naik kereta api. Berangkat dari Stasiun Gambir dengan KA Argo Dwipangga, pulang, balik ke Jakarta dari Stasiun Balapan, Solo pada tanggal 21 Februari 2017, dengan kereta api Argo Lawu.
Dalam rangkaian Tour de Java dan Safari Ramadan Partai Demokrat ke beberapa kota di Pulau Jawa, kembali pada tanggal 12 Juni 2017, Pak SBY naik kereta api. Berangkat dengan KA Cirebon Ekspres dari Stasiun Gambir menuju kota tujuan pertama Cirebon, dilanjut Semarang, Malang dan berakhir di Surabaya.
Dan di malam kemerdekaan yang spesial ini, 17 Agustus 2017, kembali Pak SBY dan Bu Ani berangkat dari Stasiun Gambir dengan Kereta Api Argo Lawu Fakultatif menuju Yogyakarta. Kereta malam ini berangkat tepat waktu, pukul 21.15 WIB, dan direncanakan tiba di Yogya, pukul 05.00 pagi.
—-
Dengan jejaknya yang sangat “gandrung” naik kereta api ini, tak salah kemudian, di masa pemerintahannya, Presiden SBY sangat concern melakukan pembenahan dan perbaikan di sektor kereta api, agar lebih nyaman dan aman sebagai angkutan rakyat.
Tercatat, 10 tahun pemerintahannya, SBY berhasil membangun 1.360 kilometer rel kereta api baru. Jumlah gerbong meningkat signifikan. Jumlah kereta naik tajam. Dari “hanya” 24 unit di tahun 2004, menjadi 637 unit di akhir 2014. Pembangunan rel ganda di Jawa juga berhasil diselesaikan. Kereta mulai terjadwal dengan baik. PT. KAI yang terkenal selalu rugi (di tengah begitu banyaknya penumpang), akhirnya berbalik mencetak laba. Rakyat terlayani, perusahaan untung.
Inilah yang dinamakan revolusi senyap.
“Kalau setiap pembangunan harus dirayakan, maka bisa-bisa setiap hari kita melakukan perayaan, karena begitu banyaknya proyek,” kata Pak SBY suatu ketika.
—-
Ketika menuliskan perjalanan ini, saya sempat berbicang dengan Sekjen Partai Demokrat Dr Hinca Pandjaitan di kabin sambungan antar gerbong, ketika KA Argo Lawu yang kami naiki baru saja berangkat sesudah berhenti sejenak di Stasiun Purwokerto.
Dalam perbincangan sambil berdiri (yang juga ikut dihadiri Mas Joko dari Paspampres) saya bertanya ke Sekjen, “Apa kira-kira filosofi yang terkandung dari naik kereta api ini ya, Jen, sehingga Pak SBY senang sekali menggunakan moda transportasi yang satu ini?”
Sungguh luar biasa menurut saya jawaban Sekjen di pagi pukul 3 dinihari ini. Beliau menyampaikan, “Secara filosofis, menurutku, ada 4 hal terkandung dari kereta api ini kaitannya dengan kepemimpinan: (1) Kereta api ini selalu setia di relnya. (2) Kereta api ini tepat waktu dan pasti tujuan yang akan didatanginya; (3) Kereta api ini depan belakang tibanya sama; dan (4) Kereta api ini membawa gerbong yang panjang dan berat, sehingga lokomotif sebagai penariknya (pimpinannya) haruslah kuat.
Seperti kereta api inilah harusnya pemimpin. Setia dan konsisten dengan yang telah dijanjikan dan digariskannya. Jelas tujuannya yang ingin diraihnya dan jelas juga kapan waktu realisasinya. Serta seorang pemimpin haruslah kuat menopang dan menarik seluruh beban rakyatnya, dan memperlakukan rakyatnya tersebut baik yang “di depan maupun di belakang” (kaya miskin) dengan perlakuan sama.
Banyak lagi yang kami bincangkan dengan Sekjen Dr HP di beranda belakang kereta ini. Namun tanpa kami sadari hari ternyata telah pagi. Suara operator di stasiun Tugu, Yogyakarta sayup-sayup terdengar mengumumkan, “Kereta Api Argo Lawu dari Gambir Jakarta telah tiba”. Ooo… saya lihat jam tangan, ternyata betul, waktu telah menunjukkan pukul 05.00 WIB. Pagi ini, KA Argo Lawu tiba tepat waktu di Yogyakarta.
Saya kembali teringat, ketika tahun lalu Pak SBY melepas peserta mudik gratis yang diadakan Partai Demokrat di Parkir Timur Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Dalam sambutannya Pak SBY bernostalgia mengingat ketika dulu rutin mudik ke kampung halaman di Pacitan. Untuk mudik bersama keluarga saat Idul Fitri, Pak SBY mengaku sering menggunakan kereta api.
“Saya juga sering mudik Lebaran dulu. Kalau kami tidak naik bus, tapi naik kereta api. Sama-sama mudik dan itu kenangan yang indah,” ujar Pak SBY ketika itu.
Dari Jakarta ke Yogyakarta naik kereta api, dilanjut jalan darat menuju Pacitan. Itulah sekilas rute yang akan ditempuh. Mau ke manakah kita? Ya. Tentu saja kali ini kita akan menemani “Pak SBY Pulang Kampung”. Dan tak lupa di kepulangan ke Pacitan kali ini Mas AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) ikut serta. Ikuti terus perjalanannya.
Sesudah tadi sarapan pagi di Soto Miroso langganan Pak SBY sejak Danrem Pamungkas, Yogyakarta, saat ini kami telah dalam perjalanan menuju Pacitan dan sekarang sedang singgah di Masjid Al-Kautsar, Semanu, Wonosari, Gunung Kidul untuk menjalankan Salat Jumat. Dari tempat ini, perjalanan ke Pacitan masih akan ditempuh 3 jam perjalanan lagi.
Bagaimana cerita menarik selama di Pacitan dan apa saja yang akan dilakukan Pak SBY dan Mas AHY selama di sana? Ikuti terus perjalanan “Tour the Kemerdekaan” selama 5 hari ke depan ini.
Dari semangat yang dipancarkannya, pagi ini saya seakan melihat wajah SBY muda “numpak sepur” bersama Bu Ani turun di Yogyakarta..
#Salam dari Pacitan…
*)Ketua Departemen Urusan DPR DPP Partai Demokrat dan Komunikator Partai Demokrat
Jakarta: Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono(AHY), menegaskan pentingnya memperkuat konektivitas dan…
Magelang: 27 Oktober 2024 – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono…
Jakarta: Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), melakukan kunjungan kerja pertamanya…
Selamat kepada para Menteri dan Wakil Menteri Kabinet Merah Putih dari Partai Demokrat yang telah…
Surabaya-Jawa Timur: Dengan predikat Cum Laude, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berhasil menyelesaikan studi doktoralnya, melalui…
Surabaya: Menteri ATR/Kepala BPN, Agus Harimurti Yudhoyono(AHY) resmi menyelesaikan studi Doktoralnya setelah melaksanakan Ujian Doktor…