Berita & Opini

Perppu Ciptaker Melukai “Hati” Generasi Pekerja Muda Indonesia, Negara Sibuk Mencari Profit

Oleh: Willem Wandik S. Sos (Anggota DPR-RI Dapil Papua; Wakil Ketua Umum Partai Demokrat; Plt. Ketua Partai Demokrat Provinsi Papua; Ketua Umum DPP GAMKI)

Pengesahan Perppu Ciptaker oleh Presiden telah melukai hati rakyat Indonesia, khususnya angkatan kerja muda Indonesia. Padahal angkatan kerja muda selama ini mengharapkan peran negara menghadirkan “social justice” berdasarkan cita-cita yang sering didengungkan dalam sila ke-5 Pancasila, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tentunya “konsepsi keadilan” yang dimaksud adalah berbentuk “kesempatan” untuk memperoleh penghidupan yang layak. Hal itu dilakukan melalui sistem rekrutmen tenaga kerja, yang dapat menjadi tumpuan harapan “generasi pekerja” Indonesia, terutama generasi muda Indonesia yang terus tumbuh dengan bakat, keterampilan, kompetensi, pengalaman “lokal/internasional”. Harapan itu tidak boleh “dimatikan” oleh “keputusan otoritatif” penguasa yang di hari ini terkesan hanya berorientasi mengejar “profit/keuntungan” layaknya “Big Boss” corporate, bukan menjadi sosok pemimpin nasional yang memperhatikan “keberlangsungan” generasi indonesia untuk hidup layak dan bermartabat.

UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 secara konstitusional “hukum negara tertinggi = baca konstitusi UUD 1945 = peran Mahkamah Konstitusi”, telah diputuskan melanggar dasar-dasar/prinsip konstitusi negara. UU Ciptaker wajib dilakukan perbaikan. Tentu bukan berarti perbaikan itu hanya sekadar “mencetak” Perppu sebagai pengganti UU dengan dikomandoi oleh Presiden. Sebab, asal usul UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 yang dibatalkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi, merupakan produk UU yang diputuskan bersama antara Presiden dan Lembaga Parlemen RI.

Secara fundamental pembentukan UU, yang esensinya mempengaruhi hajat hidup rakyat banyak, konstitusi Indonesia mensyaratkan adanya persetujuan lembaga parlemen dalam setiap pengajuan rancangan UU. Demikian halnya terkait perbaikan UU Cipta  Kerja yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

Persetujuan lembaga Parlemen dimaksudkan agar Rancangan UU yang dibentuk, selain memenuhi prasyarat “menjalankan kewenangan lembaga negara”, juga memiliki maksud agar rancangan UU tersebut wajib mengikutsertakan “pendalaman aspirasi dan keinginan rakyat”. Sebab, Rancangan UU ini, berkaitan dengan nasib ratusan juta penduduk Indonesia, bukan sekadar nasib 10 atau 100 pengusaha “Peng-Peng/Penguasa Juncto Pengusaha” daftar orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes.

Inilah saatnya, Presiden, para menteri, dan ketua-ketua lembaga tinggi negara, menyatakan “keberpihakannya” kepada rakyat sendiri.

Inilah saatnya untuk mengatakan “aku Pancasila dan aku Indonesia”, dalam konteks dukungan terhadap penciptaan peluang lapangan pekerjaan yang mendukung “keadilan” bagi hak-hak buruh Indonesia.

Bukankah, para buruh tersebut juga merupakan anak anak kita sendiri, handai taulan kita sendiri, bagian dari keluarga kita sendiri, yang menjadi objek atas pemberlakuan UU Cipta Kerja yang justru tampak “dikerdilkan” dengan tetap diberlakukannya sistem ketenagakerjaan yang justru telah dibatalkan oleh Lembaga Peradilan Indonesia, melalui Mahkamah Konstitusi yang berwenang menguji sah atau tidaknya sebuah UU di Negara Kesatuan Republik Indonesia?

Sebagai bagian dari Delegasi Parlemen RI, Dapil Papua, kami justru merasa heran, mengapa para petinggi eksekutif negara, justru terlihat memaksakan terbitnya Perppu Cipta Kerja yang hanya menjadi “alat neo-kolonialisme” post modernisme? Kemampuan “lobi-lobi kekuasaan”, “kekuatan kaum pemodal dan berduit” tampaknya bisa mengalahkan “rasa nasionalisme” seorang pejabat yang berkuasa. Hasil kekuasaannya tersebut, justru berasal dari mandataris rakyat yang mayoritas adalah kaum buruh, petani, nelayan dan kelas pekerja dengan upah yang terbilang rendah.

Kami hanya berusaha menduga-duga, dengan daya nalar yang rasional. Mungkinkah negara Indonesia yang besar ini, bisa berdaulat memutuskan “pemenuhan yang adil dan setara bagi nasib buruh dan kelas pekerja Indonesia”, jika Indonesia di saat-saat ini, sedang terbebani dengan utang -piutang “hasil kerjasama” mega proyek yang seharusnya memperhatikan kemampuan keuangan negara, dan tidak mengabaikan prinsip “pembiayaan yang seimbang”, berbanding lurus dengan penerimaan negara yang sehat?

Ketika melihat APBN di Tahun 2022 yang sebelumnya ditetapkan di angka Rp2.786 triliun, kemudian membengkak menjadi Rp3.106 triliun (referensi Perpres No.98), dalam hal kemampuan penerimaan negara yang sempat diumumkan oleh Menteri Keuangan dengan capaian hanya di kisaran Rp1.845 triliun saja di tahun 2022, maka disinyalir, pengesahan Perppu Cipta Kerja hanya ditujukan untuk “melindungi” aliran dana investasi para pengusaha, demi menjaga margin penerimaan APBN nasional

Apa pun yang menjadi “reasoning” Presiden dan tim ekonominya, untuk berpihak pada sisi yang mana, apakah harus memilih berdiri pada sisi pengusaha, investasi, aliran modal, ataukah kesejahteraan para buruh/kelas pekerja, namun satu hal yang tidak boleh dilanggar, bahwa dengan alasan “konstitusi negara”, rancangan UU Cipta Kerja itu harusnya dikembalikan ke Parlemen RI, untuk disempurnakan bersama Presiden, dengan memperhatikan aspirasi dan keinginan rakyat Indonesia.

Produk Perppu Cipta Kerja yang diambil alih oleh Presiden, justru merupakan sikap “standing” yang menunjukkan Pemerintah mengabaikan norma-norma bernegara, dan tidak memandang penting “suara rakyat” yang menjerit, dan menuntut agar suara mereka ikut didengarkan, bukan sekadar dibutuhkan dan dikapitalisasi saat para pejabat dan penguasa tersebut mencari suara dan dukungan ketika”event” pemilu 5 tahun diselenggarakan.

Wa Wa***

didit

Share
Published by
didit

Recent Posts

AHY Resmi Sandang Gelar Doktor Dengan Predikat Cum Laude dari Universitas Airlangga

Surabaya-Jawa Timur: Dengan predikat Cum Laude, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berhasil menyelesaikan studi doktoralnya, melalui…

7 days ago

Penuh Haru, Menteri AHY Persembahkan Gelar Doktor untuk Almarhumah Ibu Ani Yudhoyono

Surabaya: Menteri ATR/Kepala BPN,  Agus Harimurti Yudhoyono(AHY) resmi menyelesaikan studi Doktoralnya setelah melaksanakan Ujian Doktor…

1 week ago

Dipimpin oleh Presiden Joko Widodo, Menteri ATR/Kepala BPN dan Wamen ATR/Waka BPN Ikuti Upacara Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya

Jakarta: Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersama Wakil…

2 weeks ago

HUT ke-23 Partai Demokrat, AHY: Lanjutkan Pembangunan, Tingkatkan Kesejahteraan

Jakarta - Dalam suasana yang hangat dan penuh kekeluargaan, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti…

1 month ago

Hadir di SMA Taruna Nusantara sebagai Alumni, Menteri AHY Motivasi Siswa untuk Menjadi Generasi yang Optimis dan Berkarakter

Magelang: Menteri ATR/Kepala BPN, Agus Harimurti Yudhoyono(AHY) memberikan ceramah kepada 1.099 siswa/siswi SMA Taruna Nusantara…

1 month ago

Hadiri Penutupan Rapimnas Partai Gerindra, AHY: Demokrat Selalu Siap Bersinergi Untuk Rakyat

Jakarta; Menghadiri secara langsung Penutupan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) dan Apel Akbar Partai Gerindra di…

1 month ago